KETRAMPILAN
PROSES SEBAGAI PENERAPAN PENDEKATAN SCIENTIFIC DALAM
PEMBELAJARAN IPA
Oleh: A. INDRA NIHLAH ANNASHIH, S.Pd, M.Pd
ABSTRAK
Pendekatan scientific dalam kurikulum 2013
menjadi bahan pembahasan yang menarik perhatian para pendidik akhir-akhir ini. Penerapan
pendekatan scientific menjadi tantangan guru melalui pengembangan aktivitas
siswa yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan
informasi, menalar dan mengkomunikasikan. Pembelajaran IPA masih
menekankan pada konsep-konsep yang terdapat di dalam buku, dan juga belum
memanfaatkan pendekatan lingkungan dalam pembelajaran secara maksimal. Mengajak
siswa berinteraksi langsung dengan lingkungan jarang dilakukan. Pembelajaran
saintifik tidak hanya memandang hasil belajar sebagai muara akhir, namum proses
pembelajaran dipandang sangat penting. Pendekatan scientific dalam pembelajaran
IPA dapat diterapkan melalui keterampilan proses. Keterampilan proses sains
merupakan seperangkat keterampilan yang digunakan para ilmuwan dalam melakukan
penyelidikan ilmiah. Keterampilan proses perlu dikembangkan melalui
pengalaman-pengalaman langsung sebagai pengalaman pembelajaran (Rustaman
:2005). Rumusan Masalah dalam Karya Tulis Ilmiah ini (1) Apakah Pendekatan
Saintifik bisa diaplikasikan dalam pembelajaran IPA?, (2) Bagaimana Penerapan
Ketrampilan Proses pada Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran IPA?.
Tujuannya adalah (1) Mengetahui karakteristik, epistimologi Pendekatan
saintifik dalam pembelajaran IPA dan (2) Mengetahui Penerapan Ketrampilan
Proses pada Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran IPA.
Ilmu Pengetahuan Alam didefinisikan sebagai pengetahuan yang
diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi
untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat
dipercaya.. Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan
keterampilan proses seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan,
menjelaskan, dan menyimpulkan. Pembelajaran IPA lebih menekankan pada penerapan
keterampilan proses. Aspek-aspek pada pendekatan scientific terintegrasi pada
pendekatan keterampilan proses dan metode ilmiah. Langkah-langkah metode ilmiah
: melakukan pengamatan, menentukan hipotesis, merancang eksperimen untuk
menguji hipotesis, menguji hipotesis, menerima atau menolak hipotesis dan
merevisi hipotesis atau membuat kesimpulan (Helmenstine, 2013).
Pendekatan saintifik yang dikembangkan dalam kurikulum 2013,
sebenarnya sangat relevan dengan potensi serta tujuan umum pembelajaran IPA.
Melalui penerapan keterampilan proses pada pembelajaran IPA yang disajikan
dengan strategi dan metode yang tepat, mudah-mudahan siswa dapat terlatih dalam
keterampilanscientific. Rekomendasi yang bisa diberikan adalah
Pembelajaran IPA sebaiknya bisa memanfaatkan lingkungan, dan
pengampu materi IPA harus mampu atau mengajak siswa mengamati fakta atau
fenomena baik secara langsung dan/ atau rekonstruksi, memfasilitasi diskusi dan
tanya jawab dalam menemukan konsep, prinsip, hukum,dan teori, mendorong siswa
aktif mencoba melaui kegiatan eksperimen, memaksimalkan pemanfaatan tekonologi
dalam mengolah data, dan memberi kebebasan dan tantangan kreativitas dalam
mengomunikasikan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dimiliki melalui
presentasi dan/atau unjuk karya dengan aplikasi pada situasi baru yang terduga
sampai tak terduga.
A.
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Adanya pergantian kurikulum 2013, istilah pendekatan ilmiah atau
pendekatan scientific pada pelaksanaan pembelajaran menjadi
bahan pembahasan yang menarik perhatian para pendidik akhir-akhir ini. Produk
pendidikan dasar dan menengah belum menghasilkan lulusan yang mampu berpikir
kritis setara dengan kemampuan anak-anak bangsa lain. Penerapan
pendekatan scientific menjadi tantangan guru melalui pengembangan aktivitas
siswa yaitu mengamati, menanya, mencoba, menalar dan
mengkomunikasikan
Disadari bahwa guru-guru perlu memperkuat kemampuannya dalam
memfasilitasi siswa agar terlatih berpikir logis, sistematis, dan ilmiah.
Tantangan ini memerlukan peningkatan keterampilan guru melaksanakan
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan ilmiah. Skenario untuk memacu
keterampilan guru menerapkan strategi ini di Indonesia telah melalui sejarah
yang panjang, namun hingga saat ini harapan baik ini belum terwujudkan
juga.
Pembelajaran IPA masih menekankan pada konsep-konsep yang
terdapat di dalam buku, dan juga belum memanfaatkan pendekatan lingkungan dalam
pembelajaran secara maksimal. Mengajak siswa berinteraksi langsung dengan
lingkungan jarang dilakukan. Pembelajaran IPA sebagian masih mempertahankan
urutan-urutan dalam buku tanpa memperdulikan kesesuaian dengan lingkungan
belajar siswa. Hal ini membuat pembelajaran tidak efektif, karena siswa kurang
merespon terhadap pelajaran yang disampaikan. Maka pengajaran semacam ini
cenderung menyebabkan kebosanan kepada siswa. Para siswa telah memiliki
kemampuan awal yang telah diterima di kelas sebelumnya.
Pembelajaran saintifik tidak hanya memandang hasil belajar
sebagai muara akhir, namum proses pembelajaran dipandang sangat penting. Oleh karena
itu pembelajaran saintifik menekankan pada keterampilan proses. Model
pembelajaran berbasis peningkatan keterampilan proses sains adalah model
pembelajaran yang mengintegrasikan keterampilan proses sains ke dalam sistem
penyajian materi secara terpadu. Model ini menekankan pada proses pencarian
pengetahuan dari pada transfer pengetahuan, peserta didik dipandang sebagai
subjek belajar yang perlu dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran,
guru hanyalah seorang fasilitator yang membimbing dan mengkoordinasikan
kegiatan belajar. Dalam model ini peserta didik diajak untuk melakukan proses
pencarian pengetahuan berkenaan dengan materi pelajaran melalui berbagai
aktivitas proses sains sebagaimana dilakukan oleh para ilmuwan (scientist)
dalam melakukan penyelidikan ilmiah, dengan demikian peserta didik diarahkan
untuk menemukan sendiri berbagai fakta, membangun konsep, dan nilai-nilai baru
yang diperlukan untuk kehidupannya. Fokus proses pembelajaran diarahkan pada
pengembangan keterampilan siswa dalam memproseskan pengetahuan, menemukan dan
mengembangkan sendiri fakta, konsep, dan nilai-nilai yang diperlukan.
Pendekatan scientific dalam pembelajaran IPA dapat diterapkan
melalui keterampilan proses. Keterampilan proses sains merupakan seperangkat keterampilan
yang digunakan para ilmuwan dalam melakukan penyelidikan ilmiah. Keterampilan
proses perlu dikembangkan melalui pengalaman-pengalaman langsung sebagai
pengalaman pembelajaran (Rustaman :2005)
2.
Rumusan Masalah
Kurikulum 2013 sudah disahkan dan penerapan untuk beberapa
jenjangpun dimulai di Tahun Pembelajaran 2013/2014. Metode pembelajaran yang
dinilai pas untuk kurikulum 2013 ini ialah melalui konsep Pendekatan
Scientific. Dalam karya tulis ini perumusan masalahnya adalah:
- Apakah Pendekatan
Saintifik bisa diaplikasikan dalam pembelajaran IPA?
- Bagaimana
Penerapan Ketrampilan Proses pada Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran
IPA?
3.
Tujuan
Tujuan
dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah untuk :
- Mengetahui
karakteristik, epistimologi Pendekatan saintifik dalam pembelajaran IPA
- Mengetahui
Penerapan Ketrampilan Proses pada Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran
IPA
B.
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Pembelajaran IPA
Ilmu Pengetahuan Alam didefinisikan sebagai pengetahuan yang
diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi
untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya.
Ada tiga kemampuan dalam IPA yaitu: (1) kemampuan untuk mengetahui apa yang
diamati, (2) kemampuan untuk memprediksi apa yang belum diamati, dan kemampuan
untuk menguji tindak lanjut hasil eksperimen, (3) dikembangkannya sikap ilmiah.
Kegiatan pembelajaran IPA mencakup pengembangan kemampuan dalam mengajukan
pertanyaan, mencari jawaban, memahami jawaban, menyempurnakan jawaban tentang
“apa”, “mengapa”, dan “bagaimana” tentang gejala alam maupun karakteristik alam
sekitar melalui cara-cara sistematis yang akan diterapkan dalam lingkungan dan
teknologi. Kegiatan tersebut dikenal dengan kegiatan ilmiah yang didasarkan
pada metode ilmiah.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja
tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat
menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam
sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam
kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian
pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan
memahami alam sekitar secara ilmiah.
Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat
membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang
alam sekitar.
Carin dan Sund (1993) dalam Indrawati ( 2007) mendefinisikan IPA
sebagai “pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum
(universal), dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen”. Merujuk
pada pengertian IPA itu, maka dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA meliputi
empat unsur utama yaitu:
- Sikap: rasa ingin
tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab
akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui
prosedur yang benar; IPA bersifat open ended;
- Proses: prosedur
pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi penyusunan
hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran,
dan penarikan kesimpulan;
- Produk: berupa
fakta, prinsip, teori, dan hukum;
- Aplikasi:
penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari
Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh yang sebenarnya
tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam proses pembelajaran IPA keempat
unsur itu diharapkan dapat muncul, sehingga peserta didik dapat mengalami
proses pembelajaran secara utuh, memahami fenomena alam melalui kegiatan
pemecahan masalah, metode ilmiah, dan meniru cara ilmuwan bekerja dalam
menemukan fakta baru.
Pada kurikulum IPA tahun 2006 yang lalu dinyatakan bahwa
“Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific
inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah
serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena
itu pembelajaran IPA di SMP/MTs menekankan pada pemberian pengalaman belajar
secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan
sikap ilmiah”. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan scientific pada
pembelajaran IPA bukanlah hal yang baru, penerapannya diintegrasikan pada
berbagai model, strategi, metode dan pendekatan lainnya yang sesuai dengan
karakteristik pembelajaran IPA.
2.
Definisi Pendekatan Saintifik
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses
pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara
aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati
(untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan
atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik,
menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau
prinsip yang “ditemukan”. Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan
pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi
menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja,
kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu
kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta
didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan
bukan hanya diberi tahu.
Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan
keterampilan proses seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan,
menjelaskan, dan menyimpulkan. Dalam melaksanakan proses-proses tersebut,
bantuan guru diperlukan. Akan tetapi bantuan guru tersebut harus semakin
berkurang dengan semakin bertambah dewasanya siswa atau semakin tingginya kelas
siswa. Metode saintifik sangat relevan dengan tiga teori belajar yaitu teori
Bruner, teori Piaget, dan teori Vygotsky.
Proses pembelajaran dengan berbasis pendekatan ilmiah harus
dipandu dengan kaida-kaidah pendekatan ilmiah. Pendekatan ini bercirikan
penonjolan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan
tentang suatu kebenaran. Dengan demikian, proses pembelajaran harus
dilaksanakan dengan dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah.
Proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi kriteria seperti berikut ini:
- Substansi atau
materipembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan
dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan,
legenda, atau dongeng semata.
- Penjelasan guru,
respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik terbebas
dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang
menyimpang dari alur berpikir logis.
- Mendorong dan
menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analitis, dan tepat
dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan
substansi atau materi pembelajaran.
- Mendorong dan
menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam melihat
perbedaan, kesamaan, dan tautan satu dengan yang lain dari substansi atau
materi pembelajaran.
- Mendorong dan
menginspirasi peserta didik mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan
pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon substansi atau
materi pembelajaran.
- Berbasis pada
konsep, teori, dan fakta empiris yang dapatdipertanggung-jawabkan.
- Tujuan
pembelajaran dirumuskan secara sederhana, jelas, dan menarik sistem
penyajiannya
Pembelajaran
dengan metode saintifik memiliki karakteristik sebagai berikut:
- berpusat pada
siswa.
- melibatkan
keterampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep, hukum atau prinsip.
- melibatkan
proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan
intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa.
- dapat
mengembangkan karakter siswa.
3.
Pendekatan Scientific pada
Pembelajaran IPA
Pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran
meliputi mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta.
Uraian mengenai aktivitas siswa dalam mengamati, menanya, mencoba, mengolah,
menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta telah diuraikan dengan lengkap padahandout
Pendekatan–pendekatan Ilmiah. Menurut McCollum (2009) dijelaskan bahwa
komponen-komponen penting dalam mengajar menggunakan pendekatan scientific
diantaranya adalah guru harus menyajikan pembelajaran yang dapat meningkatkan
rasa keingintahuan (Foster a sense of wonder), meningkatkan keterampilan
mengamati (Encourage observation), melakukan analisis ( Push for
analysis) dan berkomunikasi (Require communication)
a.
Mengamati
Pembiasaan kegiatan mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan
rasa ingin tahu peserta didik, sehingga proses pembelajaran memiliki
kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode observasi peserta didik dapat menemukan
fakta bahwa ada hubungan antara obyek yang dianalisis dengan materi
pembelajaran yang disajikan oleh guru (Sudarwan, 2013). Menurut Nuryani, 1995
mengamati merupakan kegiatan mengidentifikasi ciri-ciri objek tertentu dengan
alat inderanya secara teliti, menggunakan fakta yang relevan dan memadai dari
hasil pengamatan, menggunakan alat atau bahan sebagai alat untuk mengamati
objek dalam rangka pengumpulan data atau informasi. Pengamatan yang dilakukan
hanya menggunakan indera disebut pengamatan kualitatif, sedangkan pengamatan
yang dilakukan dengan menggunakan alat ukur disebut pengamatan kuantitatif.
Untuk meningkatkan keterampilan mengamati, maka didalam pembelajaran sebaiknya
dimunculkan kegiatan yang memungkinkan siswa mengunakan berbagai panca indranya
untuk mencatat hasil pengamatan.
b.
Menganalisis
Wonder grows with understanding and understanding come of
analysis. (Mc Colum, 2009) Analisis
dapat berupa analisis kuantitatif dan kualitatif. Peserta didik perlu dilatih
dan dibiasakan melakukan analisas data yang sesuai dengan tingkat kemampuannya.
Misalnya data pengamatan yang diperoleh sendiri. Berikan kesempatan kepada
peserta untuk meninjau kembali hasil pengamatan dan mereka dilatih membuat
pola-pola atau grafik dari data yang diperolehnya. Latih peserta untuk
melakukan klasifikasi, menghubungkan dan menghitung.
c.
Mengkomunikasikan
Pada pendekatan scientific guru diharapkan
memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengkomunikasikan apa yang telah
mereka pelajari.
Pembelajaran IPA lebih menekankan pada penerapan keterampilan
proses. Aspek-aspek pada pendekatanscientific terintegrasi pada
pendekatan keterampilan proses dan metode ilmiah. Langkah-langkah metode ilmiah
: melakukan pengamatan, menentukan hipotesis, merancang eksperimen untuk
menguji hipotesis, menguji hipotesis, menerima atau menolak hipotesis dan
merevisi hipotesis atau membuat kesimpulan (Helmenstine, 2013)
Keterampilan yang dilatihkan sering ini dikenal dengan keterampilan
proses IPA. American Association for the Advancement of Science (1970)
mengklasifikasikan menjadi keterampilan proses dasar dan keterampilan proses
terpadu. Klasifikasi keterampilan proses tersebut tertera pada tabel 1.
4.
Implementasi Pendekatan Scientific pada
Pembelajaran IPA
Pada pembelajaran IPA pendekatan scientific dapat
diterapkan melalui keterampilan proses sains. Keterampilan proses sains
merupakan seperangkat keterampilan yang digunakan para ilmuwan dalam melakukan
penyelidikan ilmiah. Menurut Rustaman (2005), keterampilan proses perlu
dikembangkan melalui pengalaman-pengalaman langsung sebagai pengalaman
pembelajaran. Melalui pengalaman langsung seseorang dapat lebih menghayati
proses atau kegiatan yang sedang dilakukan. Pada tabel berikut ini disajikan
jenis-jenis indikator keterampilan proses beserta sub indikatornya.
Untuk
lebih memahami bagaimana menerapkan keterampilan proses pada pembelajaran IPA,
berikut ini uraian beberapa jenis keterampilan proses dasar dan keterampilan
proses terpadu yang dapat dilatihkan pada peserta didik tingkat SMP.
a.
Pengamatan
Mengamati merupakan kegiatan mengidentifikasi ciri-ciri objek
tertentu dengan alat inderanya secara teliti, menggunakan fakta yang relevan
dan memadai dari hasil pengamatan, menggunakan alat atau bahan sebagai alat
untuk mengamati objek dalam rangka pengumpulan data atau informasi ( Nuryani,
1995). Mengamati dapat pula diartikan sebagai proses pengumpulan data tentang
fenomena atau peristiwa dengan menggunakan inderanya. Keterampilan pengamatan
dilakukan dengan cara menggunakan lima indera yaitu penglihatan, pembau,
peraba, pengecap dan pendengar. Pengamatan yang dilakukan hanya menggunakan
indera disebutpengamatan kualitatif, sedangkan pengamatan yang dilakukan
dengan menggunakan alat ukur disebutpengamatan kuantitatif. Pengamatan
dapat dilakukan pada obyek yang sudah tersedia dan pengamatan pada suatu gejala
atau perubahan.
Contoh
: Sekelompok peserta didik diminta mengamati beberapa tepung yang berbeda
jenisnya baik rasa, warna, ukuran serbuk dan baunya.
b.
Pengukuran
Keterampilan mengukur dapat dikembangkan melalui
kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan satuan-satuan yang cocok
dari ukuran panjang, luas, isi, waktu, berat, dan sebagainya. Contoh : Peserta
didik melakukan pengukuran suhu menggunakan termometer, menimbang berat benda
dengan berbagai neraca, mengukur volume cairan menggunakan gelas ukur, mengukur
panjang dengan menggunakan penggaris atau mengukur benda dengan jangka sorong.
c. Klasifikasi
Klaslifikasi adalah proses yang digunakan ilmuwan untuk
mengadakan penyusunan atau pengelompokan atas objek-objek atau
kejadian-kejadian. Keterampilan klasifikasi dapat dikuasai bila peserta didik
telah dapat melakukan dua keterampilan berikut ini.
1)
Mengidentifikasi dan memberi nama sifat-sifat yanng dapat diamati dari
sekelompok objek yang dapat digunakan sebagai dasar untuk mengklasifikasi.
2)
Menyusun klasifikasi dalam tingkat-tingkat tertentu sesuai dengan sifat-sifat
objek
Klasifikasi berguna untuk melatih peserta didik menunjukkan
persamaan, perbedaan dan hubungan timbal baliknya. Sebagai contoh peserta didik
mengklasifikasikan jenis-jenis hewan, tumbuhan, sifat logam berdasarkan
kemagnetannya
d. Menyimpulkan
Menyimpulkan didalam keterampilan proses dikenal dengan istilah
inferensi. Inferensi adalah sebuah pernyataan yang dibuat berdasarkan fakta
hasil pengamatan. Hasil inferensi dikemukakan sebagai pendapat seseorang
terhadap sesuatu yang diamatinya. Pola pembelajaran untuk melatih keterampilan
proses inferensi, sebaiknya menggunakan pembelajaran konstruktivisme,
sehingga siswa belajar merumuskan sendiri inferensinya
e.
Komunikasi
Komunikasi
didalam keterampilan proses berarti menyampaikan pendapat hasil keterampilan proses
lainnya baik secara lisan maupun tulisan. Dalam tulisan bisa berbentuk
rangkuman, grafik, tabel, gambar, poster dan sebagainya. Keterampilan
mengkomunikasikan ini diantaranya adalah sebagai berikut.
1)
Mengutarakan suatu gagasan.
2)
Menjelaskan penggunaan data hasil penginderaan/memeriksa secara akurat suatu
objek atau kejadian.
3)
Mengubah data dalam bentuk tabel ke bentuk lainnya misalnya grafik, peta secara
akurat.
C.
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Pendekatan saintifik yang dikembangkan dalam kurikulum 2013,
sebenarnya sangat relevan dengan potensi serta tujuan umum pembelajaran IPA.
Pada saat guru menyajikan pembelajaran IPA menggunakan pendekatan keterampilan
proses peserta didik akan belajar mengamati, mengolah data atau menganalisis
data, dan memkomunikasikan hasil pengamatan dan analisisnya. Keterampilan
bertanya dapat ditingkatkan jika guru memberikan suatu fenomena yang menarik
dan menimbulkan rasa ingin tahu mereka. Melalui penerapan keterampilan proses
pada pembelajaran IPA yang disajikan dengan strategi dan metode yang tepat,
mudah-mudahan siswa dapat terlatih dalam keterampilan scientific. Dan
memenuhi apa yang diharapkan Kurikulum 2013 adalah adanya peningkatan dan
keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft
skills)dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup
secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi
aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
2.
Rekomendasi
Pembelajaran IPA tidak hanya dilakukan di dalam ruang kelas saja
tetapi bisa dilaksanakan di luar kelas seperti memanfaatkan lingkungan, maka
dari kesimpulan tulisan ini, dapat direkomendasikan sebagai berikut:
- Pembelajaran IPA
sebaiknya bisa memanfaatkan lingkungan sebagai sumber pembelajaran,
sehingga pembelajaran IPA bisa tampak nyata.
- Pengampu Materi
IPA harus mampu atau mengajak siswa mengamati fakta atau fenomena baik
secara langsung dan/ atau rekonstruksi, memfasilitasi diskusi dan tanya
jawab dalam menemukan konsep, prinsip, hukum,dan teori, mendorong siswa aktif
mencoba melaui kegiatan eksperimen, memaksimalkan pemanfaatan tekonologi
dalam mengolah data, dan memberi kebebasan dan tantangan kreativitas dalam
mengomunikasikan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dimiliki
melalui presentasi dan/atau unjuk karya dengan aplikasi pada situasi baru
yang terduga sampai tak terduga.
DAFTAR
PUSTAKA
Indrawati.
(2007). Model-model pembelajaranInformasi. Modul PPPPPTK IPA. Bandung PPPPTK
IPA
Poppy. K.D. (2010). Keterampilan Proses
pada Pembelajaran IPA. Modul Program BERMUTU. Bandung:P4TK IPA
Rustaman, N. Y. 2005. Strategi Belajar
Mengajar Biologi. Malang: UM Press
Sudarwan.
(2013). Pendekatan-pendekatan Ilmiah dalam Pembelajaran. Pusbangprodik
No comments:
Post a Comment